Tujuh Kunci untuk Kekuatan Keluarga
Untuk mengalahkan serangan musuh terhadap pernikahan, rumah tangga dan keluarga saat ini, maka dalam I Korintus 9:24-27, kita harus berlari dengan cara sedemikian rupa sehingga kita memperoleh hadiah ilahi berkenan dengan maksud dan tujuan pernikahan, rumah tangga dan keluarga.
1 Kor. 9:24 Tidak tahukah kamu, bahwa dalam gelanggang pertandingan semua peserta turut berlari, tetapi bahwa hanya satu orang saja yang mendapat hadiah? Karena itu larilah begitu rupa, sehingga kamu memperolehnya! Tiap-tiap orang yang turut mengambil bagian dalam pertandingan, menguasai dirinya dalam segala hal. Mereka berbuat demikian untuk memperoleh suatu mahkota yang fana, tetapi kita untuk memperoleh suatu mahkota yang abadi. Sebab itu aku tidak berlari tanpa tujuan dan aku bukan petinju yang sembarangan saja memukul. Tetapi aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak.
Tujuh kunci yang akan memampukan Anda untuk memiliki lebih banyak kuasa Allah dalam keluarga untuk melawan pekerjaan Iblis dan bergerak ke dalam sikap mental yang berkemenangan dalam setiap bidang kehidupan kita.
1.Saling Mendoakan
Doa akan menghentikan kemarahan, pertengkaran, kecemburuan dan bahkan ambisi yang egois. Ketika kita saling mendoakan, maka kita sedang melepaskan kuasa Allah. Sebagaimana dikatakan dalam Yakobus 3:16, “Sebab dimana ada iri hati dan mementingkan diri sendiri di situ ada kekacauan dan segala macam perbuatan jahat”.
Banyak rumah tangga hanya diikat oleh kasih antara dua orang, mengakibatkan jika salah seorang atau keduanya mulai goyah, maka mereka berada dalam kesulitan, tetapi jika rumah tangga menghadirkan Allah didalamnya, maka kekuatan kuasa Tuhan akan memampukan suami dan isteri menghadapi permasalahan. Sebagaimana dikatakan dalam Pengkhotbah 4:12, “…. Tali tiga lembar tak mudah diputuskan.” Suami dan Isteri yang senantiasa berdoa bersama, mereka akan tetap tinggal bersama. Karena doa mendatangkan: Kuasa, anugerah, sukacita, kedamaian dan kasih Allah”.
2. Saling Menerima
Dewasa ini ada sebagian rumah tangga yang di dalamnya, ada begitu banyak penolakan dan penghakiman, bahkan perkataan yang mengeritik dan meremehkan. Ini merupakan gambaran rumah tangga yang tidak baik.
Roma 5:8 Rasul Paulus berkata: “Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa.”
Tuhan tidak melihat latar belakang hidup kita, melainkan Tuhan mau supaya kita menikmati keselamatan dari Tuhan. Dalam rumah tangga, jika sang suami atau isteri mengingat-ingat kelemahan masing-masing, maka yang terjadi adalah penolakan, bukan saling menerima. Untuk menerima satu sama lain, maka suami dan isteri harus saling menerima tanpa syarat yang didalamnya diikat oleh kasih.
3. Mengatakan yang baik
Perkataan mempunyai kekuatan yang dahsyat untuk membangun atau meruntuhkan, memperbaiki atau menghancurkan. Mencela satu sama lain pada waktu iseng, menyindir penampilan fisik atau tentang kemampuan, perlahan-lahan akan mengikis fondasi pernikahan yang kokoh.
I Petrus 3:9 “Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan, atau caci maki dengan caci maki.”
Caci maki berarti perkataan negatif atau menghina. Jika dalam keluarga suami atau isteri saling merendahkan, maka yang akan terjadi, diantara suami atau isteri akan berkata: Tidak pantas hidup bersama lagi. Jika suami atau isteri meneguhkan pernikahan dengan kalimat positif dan mengataan hal-hal yang baik, maka kasih mempererat pernikahan. Jadi, sebagai suami isteri, perkatakanlah yang baik yang membangun bukan yang meruntuhkan.
4. Bergembira bersama
Sebagai suami isteri, jika dalam hati dan pikiran ada tekanan, kepahitan, iri hati, tidak terbuka satu sama lain, maka tidak heran keluarga seperti itu tampak seperti rumah duka. Sukacita adalah bukti nyata dari kekeristenan. Sukacita tidak dapat dibuat di pabrik, melainkan sukacita berasal dari suatu hubungan dengan Yesus Kristus. Sukacita perlu ada dirumah sepanjang hari, di meja makan, ketika siap menghadapi pagi hari atau siap untuk tidur di malam hari. Sebagaimana dikatakan dalam Amsal 15:13 “Hati yang gembira membuat muka berseri-seri, tetapi kepedihan hati mematahkan semangat”. Kebahagiaan akan terwujud, jika Kristus memerintah hati dan pikiran suami dan isteri.
5. Mendamaikan perbedaan-perbedaan
Orang-orang yang berselisih, bertengkar, cekcok dan tidak membereskan perbedaan, maka doa mereka akan terhalang, tidak akan dijawab Allah.
I Petrus 3:10 “Siapa yang mau mencintai hidup dan mau melihat hari-hari baik, ia harus menjaga lidahnya terhadap yang jahat dan bibirnya terhadap ucapan-ucapan yang menipu”.
Untuk menciptakan perbedaan itu terlaksana jika suami dan isteri mampu berkata: “Saya salah, maafkanlah saya.” Kerendahan hati merupakan ciri seorang suami atau isteri dan itu harus diwujudkan dalam hal mengampuni kesalahan satu sama lain. Keangkuhan hanya menimbulkan pertengkaran, tetapi mereka yang mendengarkan nasihat mempunyai hikmat (Amsal 13:10). Dapat dikatakan, keangkuhanlah yang menimbulkan pertengkaran. Untuk itu, janganlah keangkuhan menguasai hati dan pikiran suami atau isteri agar tidak menimbulkan perbedaan yang dapat menghasilkan perselisihan.
6. Komunikasi yang baik
Komunikasi ialah mendengarkan dengan penuh perhatian. Suami isteri harus saling mendengar satu sama lain secara efektif. Komunikasi akan putus karena keangkuhan, yang sering kali berakhir dengan argumentasi yang memecah-belah. Komunikasi yang baik adalah kemampuan untuk mendengar pendapat seseorang, mendengarkan isi hati yang disampaikan serta memahami apa yang dikatakannya, sehingga kita mengerti maksudnya yang sesungguhnya. Pada saat kita mengerti maksudnya, maka yang kita lakukan adalah melayani serta memberikan dorongan dengan perkataan-perkataan yang membangun.
7. Investasi yang baik
Investasi yang harus ditularkan dalam keluarga adalah menunjukkan sikap saling pengertian selaku suami dan isteri. Rumah tangga yang kokoh adalah di dalamnya menciptakan kepedulian dalam hal mendengar, mengerti kebutuhan serta mengerti maksud yang sesungguhnya. Janganlah nanti setelah menjadi tua, lalu berkata: “Seandainya saja saya meluangkan waktu, perhatian serta pengertian lebih banyak dalam keluarga”, melainkan mengatakan saat ini dan seterusnya selaku suami isteri kita harus menginvestasikan yang baik.