MEMBERI TANPA MENGINGAT-INGAT, MENERIMA TANPA MELUPAKAN

MEMBERI TANPA MENGINGAT-INGAT, MENERIMA TANPA MELUPAKAN

Kalimat bernada setengah sinis seperti, ”Hari gini, mana ada makan siang gratis.” Rasanya cukup akrab terdengar di sekitar kita. Kata kata seperti itu menandakan bahwa kita hidup di dunia yang serba penuh perhitungan. Apapun dihitung untung ruginya. Saya membayar makan siangmu, kamu membayar makan malamku. Bukankah hidup ini lebih enteng rasanya kalau kita tidak harus menghitung dan mencatat segalanya?

Pengalaman hidup saya sendiri membuktikan bahwa hanya dalam memberi saya menerima. Artinya ketika saya memberi dengan tulus dan ikhlas, apakah itu materi, waktu, perhatian, maupun turut mendoakan, maka saya menerima kebahagiaan yang luar biasa dan tak terukur dengan uang, karena saya tahu bahwa balasan manusia itu terbatas dan mungkin mengecewakan. Tapi ketika Tuhan memberi, maka itu selalu dalam kelimpahan.

Dunia memang sudah mulai asing dengan ketulusan dan keikhlasan. Dalam kepintarannya manusia melakukan berbagai hal untuk senantiasa mendapatkan keuntungan yang lebih. Saya tidak mengatakan bahwa kita tidak boleh untung. Loh gimana mau hidup kalau tiap hari tekor? Keuntungan yang saya maksudkan adalah keuntungan yang membawa dampak baik bagi banyak orang, dan bukan semata mata berfokus pada diri sendiri.

Mengapa kita harus iri dan takut melihat orang lain sukses atau diuntungkan?

Rasa iri dan cemburu atas kesuksesan orang lain hanya akan menutupi jalan hidup kita sendiri, karena fokus kita ada pada kelebihan orang lain, bukannya bersyukur atas apa yang Tuhan sudah berikan bagi kita. Energi dan konsentrasi kita terbuang percuma pada kehebatan orang lain, dan kita malah lupa melangkah maju.

Dengan memberi, kita menyatakan secara tidak langsung rasa terima kasih kepada Tuhan karena kita masih diberikan kesempatan berbuat baik. Hanya orang hidup yang bisa memberi bukan?

Memberi juga adalah tindakan pernyataan iman kita kepada Tuhan bahwa kita tidak takut kekurangan. Kita percaya bahwa kebaikan Tuhan itu akan selalu mencukupi. Bagi saya, inilah Iman; mempercayai tuntunan dan kebaikan Tuhan yang tak berkesudahan dalam hidup ini.

Memberi mungkin bukan sesuatu yang sulit, bagian tersulitnya adalah tidak mengingat-ingat apa yang sudah kita berikan. Ada satu perasaan ringan dan kelegaan yang luar biasa ketika kita bisa melakukan hal ini. Artinya kita melepaskan diri dari ikatan bergantung dan menanti balasan kembali dari si penerima. Itu sebabnya manusia banyak hidup dalam kekecewaan karena terlalu tekun mengingat dan mengharapkan kembali apa yang sudah diberikan.

Ketika kita diberi kesempatan untuk menolong atau memberi kepada orang lain, berikanlah dengan penuh ketulusan. Tidak ada alasan bagi kita untuk menambah penuh kapasitas memori otak kita, karena sesunguhnya Tuhan tidak pernah lupa. Percayalah, alam ini selalu mengalir dalam keseimbangan. Tuhan bisa mencukupkan kita tanpa memiskinkan orang lain. Kita bisa memberi tanpa harus takut menjadi miskin.

Memberilah dengan bijaksana. Artinya kita memberi dengan tujuan yang baik dan untuk membaiki kehidupan orang yang kita tolong . Kalau kita memberi uang padahal sudah jelas jelas uangnya nanti dipakai mabuk atau berjudi, kita malah jadi ikut berpartisipasi dalam hal yang tidak baik, dan semakin menghancurkan kehidupan orang itu.

Saya tidak pernah mau memberi hutang. Saya orang akuntansi dan administrasi yang selalu harus mencatat segala sesuatunya. Ketika ada saudara atau kenalan yang datang meminta dipinjamkan uang, maka saya akan memberi sesuai dengan kemampuan saya secara ikhlas, dan tidak menganggapnya sebagai hutang. Dengan demikian saya bisa tidur lelap. Saya melepaskan diri sendiri dan orang lain dalam keikhlasan. Hutang itu merusak banyak sekali persahabatan dan mengacaukan hubungan baik. Jadi lebih baik saya tidak ikut berpartisipasi di dalamnya sebagai pemberi atau penerima.

Sisi yang lain dari memberi adalah menerima. Banyak orang mungkin berpikir bahwa menerima itu enak. Kita berada di posisi yang diuntungkan. Justru bagi saya, menerima sesuatu dari orang lain selalu menjadi beban tersendiri, karena saya tidak bisa melupakan kebaikan orang lain dalam hidup saya. Orang tua saya menjadi contoh yang sangat baik dalam mendidik dan mengajarkan untuk tidak pernah melupakan budi baik orang lain.

Apa jadinya dunia ini kalau semua orang hanya mau menerima tanpa membalas? Mungkin kita tidak diberikan kesempatan setara atau secara langsug membalas kepada si pemberi, tapi latihlah diri kita untuk mengingat kebaikan yang sudah kita terima, dan disiplinkan diri kita untuk berbuat hal yang sama kepada orang lain ketika kita diberikan kesempatan. Hanya dengan cara itu kebaikan bisa menjadi bola salju yang bergulir tanpa henti, dan kita dapat hidup di dunia yang dapat mewartakan indahnya kebaikan hati.

Ketika kita memberi tanpa mengingat-ingat untuk dibalas, kita dapat hidup dalam ketentraman hati yang tenang, ikhlas dan lega. Ketika kita menerima tanpa melupakan, maka kita menjadi penerus kebaikan yang konsisten mendatangkan lebih banyak kebaikan dimana saja kita berada.

Tuhan Yesus memberkati

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.